Monday, November 9, 2015

Hidup Beragama VS Hidup Berkesadaran


Romo, saat ini saya masih misa setiap minggu dan ikut membantu lingkungan /paroki. Tapi sesungguhnya sudah beberapa lama saya berpikir untuk tidak beragama saja. Saya menghargai ajaran kebajikan, kebijaksanaan dan kasih dari semua agama. Namun aturan-aturan keagamaan menurut pemikiran saya justru menjebak orang merasa diri sudah suci atau sebaliknya merasa dosa hanya karena tidak mengikuti aturan yang berlaku dalam agama yang dianutnya.
Hampir dua tahun ini saya tidak masuk kamar pengakuan. Hati kecil bergumul, antara kata-kata pastor yang mengingatkan untuk tidak menerima komuni kalau tidak bertobat dan kesadaran bahwa bukan pengakuan yang bisa membuat saya menghindari dosa.
Saya sering bersyukur dalam hati, bahwa saya pernah belajar memahami apa itu kesadaran (awareness). Dalam kehidupan sehari-hari dimanapun, dalam kondisi apapun, kekuatan kesadaran bisa mengendalikan tindakan dan pikiran-pikiran jahat yang bisa kapan saja muncul.
Kesadaran segera meredam emosi yang suka meledak bila keadaaan tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan.
Bahkan kekuatan kesadaran itu juga yang membuat saya bisa belajar mengurangi rasa sakit di beberapa bagian tubuh yang dipicu kondisi stress.
Belajar melepas kotoran-kotoran batin dan segala keinginan juga sangat membantu saya lebih tenang sehingga tidak salah-salah mengambil keputusan.
Pandangan seperti ini membuat saya merasa bukan agama yang menjadikan seseorang hidup lebih baik, melainkan hidup berkesadaran. Hidup berkesadaran adalah spiritualitas murni. Hidup berkesadaran inilah yang membawa kepada hidup tanpa-diri (no-ego/no-self) dan hidup tanpa-diri itulah yang menghasilkan tindakan-tindakan kebajikan. (NN)
===

Halo NN,
Terimakasih sudah berbagi pengalaman.
Apa yang Anda rasakan tidak keliru: bukan agama yang mengubah orang, tetapi hidup berkesadaran. Apabila agama ingin memberi kontribusi pada perubahan manusia secara mendasar, maka aspek kesadaran harus lebih dikembangkan. Sekarang ini yang dikembangkan masih kuat pada aspek ritual, intelektual dan institusional. Maka orang-orang beragama butuh lebih banyak pencerahan. Bisa jadi bukan orang yang tidak beragama yang lebih membutuhkan pencerahan, tetapi orang-orang yang beragama. Kehadiran kita di tengah komunitas beragama diharapkan memberi warna yang berbeda.

Love n Light,

Johanes Sudrijanta, SJ

No comments:

Post a Comment